Selasa, 09 Desember 2008

JASA ORANG TUA KITA




Pada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tdk membawa uang.


Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi,tetapi ia tdk mempunyai uang.
Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata "Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?" " Ya, tetapi, aku tdk membawa uang" jawab Ana dengan malu-malu "Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu" jawab si pemilik kedai. "Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu".


Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.


"Ada apa nona?" Tanya si pemilik kedai.
"tidak apa-apa" aku hanya terharu jawab Ana sambil mengeringkan air matanya. "Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi !, tetapi,? ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah"


"Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri" katanya kepada pemilik kedai Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang dan berkata "Nona mengapa kau berpikir seperti itu?


Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya" Ana, terhenyak mendengar hal tsb. "


Mengapa aku tdk berpikir ttg hal tsb? Utk semangkuk bakmi dr org yg baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.


Ana, segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya.Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yg hrs diucapkan kpd ibunya.


Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah "Ana kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanan akan menjadi dingin jika kau tdk memakannya sekarang".


Pada saat itu Ana tdk dapat menahan tangisnya dan ia menangis dihadapan ibunya. Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kpd org lain disekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kpd org yang sangat dekat dengan kita (keluarga) khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumurhidupkita.


Tahukah Kita?



Kita lahir dengan dua mata di depan wajah kita, karena kita tidak boleh selalu melihat ke belakang. Tapi pandanglah semua itu ke depan, pandanglah masa depan kita.

Kita dilahirkan dengan 2 buah telinga di kanan dan di kiri, supaya kita bisa mendengarkan semuanya dari dua buah sisi. Untuk bisa mengumpulkan pujian dan kritik dan menyeleksi mana yang benar dan mana yang salah.

Kita lahir dengan otak didalam tengkorak kepala kita. Sehingga tidak peduli semiskin apapun kita, kita tetap kaya.Karena tidak akan ada satu orang pun yang bisa mencuri otak kita, pikiran kita dan ide kita. Dan apa yang anda pikiran dalam otak anda jauh lebih berharga dari pada emas dan perhiasan.

Kita lahir dengan 2 mata dan 2 telinga, tapi kita hanya diberi 1 buah mulut. Karena mulut adalah senjata yang sangat tajam, mulut bisa menyakiti, bisamembunuh, bisa menggoda, dan banyak hal lainnya yang tidak menyenangkan. Sehingga ingatlah bicara sesedikit mungkin tapi lihat dan dengarlah sebanyak-banyaknya.


Kita lahir hanya dengan 1 hati jauh didalam tulang iga kita.Mengingatkan kita pada penghargaan dan pemberian cinta diharapkan berasal dari hati kita yang paling dalam. Belajar untuk mencintai dan menikmati betapa kita dicintai tapi jangan pernah mengharapkan orang lain untuk mencintai kita seperti kita mencintai dia.


Berilah cinta tanpa meminta balasan dan kita akan menemukan cinta yang jauh lebih indah.

Senin, 08 Desember 2008

LET US BE A BETTER FATHER TO OUR KIDS



Bill Cosby memang berharga. Ketika beberapa tahun silam, anaknya, Bill Cosby Jr diterjang peluru, hampir sebagian warga dunia berguncang. Seorang ayah 'ideal' kehilangan anaknya. Puluhan pertanyaan berhamburan dibalik kejadian itu.
Orang-orang tidak membayangkan, Bill Cosby Jr punya masalah dengan bandit-bandit pengedar obat terlarang. Bukankah Bill Cosby seorang ayah ideal, humoris, sabar, pengertian, enak dan perlu. Tidaklah berlebihan, kalau Alvin F. Poussaint M.D, seorang Asisten Profesor dari Harvard Medical School, membutuhkan 10 halaman untuk menjelaskan kehebatan sang tokoh.
Namun ada satu pertanyaan inti yang tidak mampu dijawab secara transparanoleh Bill.
Yaitu, 'Where has Bill gone'? Kemanakah Bill pergi selama ini. Apakah yang ia lakukan sepanjang hari dengan anaknya. Kenapa, ? Bill tidak mengetahui sedikitpun tentang sepak terjang anaknya? Malam, ketika tulisan ini sedang dirampungkan, telpon rumah saya berdering.
Interlokal dari kampung saya di sebuah dusun pedalaman Sumatra.Suara gagap dan ragu-ragu kakak perempuan saya mengabarkan, dua orang keponakan kami masuk penjara. Satu orang tertangkap sebagai pengedar Narkoba dan satu lagi sebagai pemakai Narkoba kronis.
Sama seperti Bill Cosby, tiba-tiba puluhan pertanyaan menyergap dan mengepung ruang dalam otak kanan saya. Semua pertanyaan itu berputar-putar dan akhirnya berpilin pada sebuah pertanyaan, 'Where has their father gone'? Kemanakah ayah mereka pergi selama ini? Sehari sebelum saya terima kabar dari kampung, dalam sebuah dialog antara pemerhati pecandu Narkoba, seorang ibu bercerita. Katanya, tak ada kesakitan yang lebih mencekam ketimbang cengkraman Narkoba pada anaknya. Dengan menahan tangis dan sedikit dendam, ia mengatakan anaknya adalah korban dari hilangnya lelaki dewasa (ayah) dalam putaran kehidupan rumah tangganya."Where has the father gone?"
Dimana sih ayah-ayah mereka? Anak-anak yang ditakdirkan menjadi pelaku sejarah di atas hanyalah sebagian kecil di antara berjuta anak yang sebenarnya tidak membutuhkan konseling psikologi. Apa yang mereka butuhkan, namun seringkali tidak merekamiliki adalah ayah yang peduli padanya dan punya waktu untuk bersama. Anak-anak itu tidak butuh tenaga psikiater tapi dia butuh seseorang yang bisa dipercaya. Lalu dimanakah ayah-ayah mereka? Ada dua jawaban. Pertama, ayah yang ada tapi suka membolos.
Tipe ini kita temukan dimana-mana. Di lapangan golf, tenis, bulu tangkis, kantor dan tempat lainnya. Ada ayah yang dinas luar(tugas kantor atau dakwah) ke daerah-daerah hampir setiap bulan. Ada ayah yang bekerja, berangkat sesudah subuh dan pulang larut malam. Ada juga ayah yang nongkrong, tidur-tiduran di tempat tertentu hanya untuk melegitimasi bahwa ia sibuk sepanjang hari. Sehingga seolah-olah hanya ada waktu sisa buat anak-anaknya.
Kesimpulannya, ayah-ayah ini ada di mana-mana, tapi mereka sering membolos dari waktu bersama anaknya. Mereka (ayah-ayah ini) sulit ditemukan di rapat-rapat POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru), karena ada peninggalan purba yang menyatakan bahwa urusan sekolah adalah hak mutlak sang ibu. Kita jarang menemukan ayah di tempat praktek dokter menggendong anaknya yang sakit. Kita juga tidak melihatnya di kantor kepolisian mengurus anaknya yang melakukan tindakan kriminal. Ayah-ayah ini apabila ditanyakan pada mereka: apakah yang penting dalam hidupmu? Biasanya mereka menjawab: keluarga dan anak-anak. Naifnya, jawaban ini sering tidak tercermin dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagaimana mereka mengatur waktu dan tenaga mereka sehari-hari antara pekerjaan dan anak. Simaklah dialog berikut ini:
Sang Anak : "Ayah, Yah main bola yuk?"
Sang Ayah : "O, ya. Ayah baca koran dulu!" "O, ya. Ayah nonton berita dulu !" "O, ya. Ayah janji main bola hari Sabtu!" "O, ya. Ayah ada acara nih" "O, ya. Ayah lagi cape "
"O, ya. Ayah lagi banyak kerjaan" "O, ya. Ayah mau tapi ? "
Mungkin ayah seperti inilah yang dimaksudkan oleh hasil need assesment dari Lembaga Demografi salah satu universitas negeri di Jakarta. Jajak pendapat itu menerangkan empat ciri menonjol ayah tipe pertama ini. Cepat marah, jarang ada waktu ngobrol dengan anak, ditakuti anak dan selalu menakar seluruh pekerjaan dengan uang. Kedua, ayah yang ada (fisik) dan rajin tapi tidak tahu harus berbuat apa.
Kita menemukan ayah-ayah ini sering berada di rumah. Mereka mengerjakan banyak hal, tapi tidak terlalu mengerti apa yang dikerjakannya. Sebuah gelombang rutinitas menjebak dan membawanya berputar-putar ke dalam pekerjaan yang memiliki kualitas rendah. Anak-anak menjumpai tokoh ini sepanjang waktu di rumah, namun sayangnya lambat laun sang tokoh menjadi tidak berarti dalam kehidupan mereka.Tidak ada lagi kejutan-kejutan psikologis yang biasa ditunggu-tunggu anak dari seorang ayah yang normal. Ritme komunikasi berjalan tanpa greget dan hambar.
Sebagian besar korban Narkoba dan pelecehan seksual di kalangan remaja memiliki ayah tipe kedua ini. Bukan Superman tapi Superstar, Benar, ayah bukanlah superman, tapi ia adalah superstar. Ia bintang di tengah keluarga. Ia pembawa dan penentu model sekaligus agen sosial. Lewat aksi panggungnya yang memikat, ia menggemuruhkan keceriaan keluarga. Tapi, sebagai seorang bintang, ia tidak lahir dengan sendirinya. Ia membutuhkan dukungan.
Norma Tarazi dalam bukunya The Child in Islam menerangkan ini dengan baik. Katanya, peran ayah dalam Islam itu digambarkan dengan jelas. Bahkan lebih jelas dari peran ibu (seperti digambarkan peran Ayah dalam diri Rasul-rasul Allah dan Luqman as) karena bagi lelaki peran ayah bukanlah peran instingtif.Peran ini lebih membutuhkan bimbingan sosial daripada wanita dengan perannya sebagai ibu. Sebelum dukungan datang dari luar, maka sang ayah harus mencari dukungan dari dirinya sendiri.
Mereka haruslah secara kontinyu merangsang dialog dengan hati nurani secara intens dan apresiatif. Dialog-dialog ini harus mampu meyakinkan bahwa ia tidaklah satu-satunya ayah yang sedang belajar menjadi superstar.
Bahwa anak-anak membutuhkan cinta, dukungan, dorongan dan perlindungannya. Bahwa melalui anak-anak para orang tua diajarkan makna hidup, cinta, kesucian, kesabaran dan sebagainya.
Bahwa anak-anak melihat dunia luar dengan perantara jendela sang superstar. Dukungan dalam diri tidak akan berarti tanpa tekun dan sabar berlatih. Sampai suatu saat hilangnya kekakuan dalam berhadapan dengan anak-anak. Muncullah ayah yang dengan ikhlas membantu anaknya mengerjakan PR, memandikan anak, mencuci baju dan belanja. Ayah yang membacakan buku cerita untuk anaknya, mengantar anak les komputer.
Ayah-ayah inilah yang akan membuat dunia ini berputar dan menjawab pertanyaan :
"where have all the fathers gone?" dengan ..
"Here I am. Now and forever!"

Makna sebuah titipan



Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa: sesungguhnya ini hanya titipan,bahwa mobilku hanya titipan Allah, bahwa rumahku hanya titipan Nya, bahwa hartaku hanya titipan Nya, bahwa putraku hanya titipan Nya, tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,mengapa Dia menitipkan padaku ?

Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku ? dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini ?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku? Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah, kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka, kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa,kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil, lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan, seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.

Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku. Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih.

Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku, Ya Allah, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah..."

Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"